Jumat, 02 Januari 2015

TUGAS 3

NAMA           : NINDYA PARAMADINA
NPM               : 15211183
KELAS          : 4EA22

PRAKTEK MONOPOLI ASURANSI KPR OLEH BRI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah atau untuk kebutuhan konsumtif lainnya dengan jaminan/agunan berupa Rumah. Walaupun penggunaannya mirip, KPR berbeda dengan kredit konstruksi dan renovasi.
Agunan yang diperlukan untuk KPR adalah rumah yang akan dibeli itu sendiri untuk KPR Pembelian. Sedangkan untuk KPR Multiguna atau KPR Refinancing yang menjadi Agunan adalah Rumah yang sudah dimiliki.
Karena masuk dalam kategori Kredit Konsumtif maka peruntukan KPR haruslah untuk kegiatan yang bersifat Konsumtif seperti pembelian rumah, furniture, kendaraan bermotor dan tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang bersifat produktif seperti pembelian stok barang dagangan, modal kerja dan lain sebagainya.
Beberapa contoh KPR adalah KPR BRI
Dengan tingginya tingkat kebutuhan atas kepemilikan rumah, perlindungan terhadap aset tak bergerak tersebut menjadi faktor yang esensial. Tujuannya sebagai perlindungan atas kepemilikan aset nasabah yang dibiayai oleh pinjaman dari bank, dimana Uang Pertanggungan bermanfaat untuk melindungi nasabah dan keluarga dari kewajiban pelunasan sebagian atau seluruh sisa pinjaman bilamana terjadi risiko meninggal dunia pada nasabah, sehingga aset tetap dapat dimiliki oleh keluarga nasabah
Namun apa yang terjadi kalau nasabah hanya dapat menggunakan produk asuransi yang telah ditentukan oleh BRI. Dengan kata lain nasabah, mereka dirugikan karena tidak memiliki alternatif pilihan penyedia asuransi jiwa selain konsorsium tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk  di dalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Secara umum, perusahaan monopoli menyandang dikonotasikan negatif dengan perolehan keuntungan yang melebihi normal dan penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi masyarakat, meskipun dalam prakteknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada monopoli jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang disebut monopolis atau perusahaan monopoli.

2.2.Jenis Monopoli
Ada dua macam monopoli yaitu monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan lain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar dalam jenis industri tersebut.
Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.

2.3.Ciri Pasar Monopoli
Ciri-ciri dari pasar monopoli adalah sebagai berikut:
1.      Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan
Dari definisi monopoli telah diketahui bahwa hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
2.      Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip
Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan.
3.      Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri
Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
4.      Dapat mempengaruhi penentuan harga
Perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
5.      Promosi iklan kurang diperlukan
Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan barangnya dengan menggunakan iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.

2.4.Undang-undang tentang Monopoli
Dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besar dalam hal praktek monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena apabila tidak dapat merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Maka Indonesiapun kemudian membuat sebuah peraturan antimonopoli yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menerjemahkan monopoli sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Sedangkan praktik monopoli pada UU tersebut dijelaskan sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa pasal.

2.5.Kasus Monopoli Asuransi KPR BRI
Kasus ini berawal dari inisiatif KPPU yang menemukan adanya pembatasan pilihan konsumen atau nasabah KPR di BRI ketika mengajukan kreditnya. Dalam proses tersebut, nasabah tidak memiliki pilihan asuransi jiwa lain, selain yang ditetapkan oleh BRI. Produk asuransi jiwa yang digunakan adalah produk yang berasal dari konsorsium antara BRINGIN dan HEKSA.
Nasabah tidak memiliki pilihan, karena mereka diwajibkan untuk membeli produk asuransi jiwa untuk persetujuan KPRnya. Memperhatikan fenomena tersebut, KPPU berinisiasi untuk melakukan pendalaman lebih jauh. KPPU menemukan bahwa sebenarnya, nasabah diberikan kebebasan dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan.
Ini terbukti dengan adanya Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 (SEBI), yang menyatakan bahwa, dalam kerjasama antara bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka produk Bank, bank harus mengakomodasi kebebasan nasabah dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan.
Untuk itu, bank harus menawarkan pilihan produk asuransi dimaksud paling kurang dari 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra bank, yang 1 (satu) diantaranya dapat merupakan pihak terkait bank.
Ini menggaris bawahi bahwa, harus ada pilihan bagi nasabah. Sesuatu yang tidak dilakukan BRI dalam kasus ini. BRI hanya membentuk satu konsorsium, yakni BRINGIN dan HEKSA.
Bahkan dalam implementasinya, mereka secara bersama-sama menutup pertanggungan/mengcover asuransi jiwa bagi debitur KPR BRI dengan membagi suatu share resiko sebesar 60% bagi BRINGIN dan 40% bagi HEKSA. Untuk itu, BRINGIN bertindak sebagai Ketua Konsorsium dan HEKSA sebagai Anggota Konsorsium.
Atas konsumen atau nasabah, BRI terbukti menentukan terms and conditions yang hanya bisa dipenuhi oleh konsorsium asuransi tersebut, dan juga terbukti menciptakan upaya penolakan atau penghambatan pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar tersebut.
Bagi konsumen, mereka dirugikan karena tidak memiliki alternatif pilihan penyedia asuransi jiwa selain konsorsium tersebut.

2.6.Analisis Kasus
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) mulai kini bebas memilih asuransi jiwa, ketika mereka mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) di salah satu badan usaha milik negara (BUMN) itu.
"Kalau dulu nasabah hanya dapat menggunakan produk asuransi yang telah ditentukan oleh BRI. Contoh, produk dari konsorsium PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera (Bringin) dan PT Heksa Eka Life Insurance (Heksa)," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Biro Hukum, Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur, melalui siaran pers, Kamis (13/11).
Menurut dia, keputusan itu dikeluarkan setelah amar putusan KPPU pada 11 November 2014 di Jakarta atas kasus dugaan perjanjian tertutup dan hambatan masuk oleh BRI dan konsorsium asuransi tersebut.
Dalam putusan yang dibacakan hampir tiga jam tersebut, KPPU meminta pembatalan perjanjian oleh BRI memuat persyaratan kewajiban Debitur KPR untuk hanya menggunakan asuransi jiwa dari konsorsium Bringin dan Heksa.
Selain itu, jelas dia, Majelis Komisi KPPU yang menyidangkan kasus tersebut, juga menjatuhkan sanksi denda kepada BRI sebesar Rp25 miliar, Bringin dengan nominal Rp19 miliar, dan Heksa sebesar Rp13 miliar.
Putusan itu berdasarkan kesimpulan KPPU yang menyatakan bahwa ketiga perusahaan tersebut melanggar pasal 15 (2) terkait tying-in (pembelian berikat) dan pasal 19 (a) terkait hambatan masuk pasar.
KPPU juga menyarankan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera memberikan sanksi atas bank yang melanggar pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010. Surat itu tentang Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi.
Ia menambahkan, pihaknya sekaligus mengimbau OJK agar pengaturan/pengawasan perbankan selalu mempertimbangkan prinsip persaingan usaha sehat sesuai UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

  

BAB. III
KESIMPULAN

Perusahaan yang melakukan praktek monopoli dalam banyak kasus tidaklah begitu disukai dalam praktek ekonomi, alasannya dengan status monopolinya maka perusahaan dapat bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat melalui penjualan terhadap produknya. Perusahaan monopoli dapat saja menaikkan harga produknya sewaktu-waktu tanpa memperhatikan kemampuan / daya beli sebagian besar masyarakat, di sisi lain manakala perusaahaan ini menganggap tidak semua produknya dapat diserap oleh masyarakat, maka dengan mudahnya perusahaan monopoli memperkecil jumlah produksinya untuk menyeimbangkan biaya produksinya dengan jumlah yang ditawarkan agar masih bisa memeperoleh keuntungan besar.
Selain itu praktek monopoli tergolong perampasan hak konsumen untuk memilih produk yang sesuai dengan kemampuan dan selera konsumen.
Perusahaan monopoli tidak bisa begitu saja dihapuskan, khusus yang menyangkut persediaan produk yang sangat dibutuhkan masyarakat. Maka agar tidak terjadi persaingan yang bersifat keuntungan semata, maka perlu diterapkan kebijaksanaan monopoli. Tentu saja asas penyelenggaraan perusahaan monopoli akan berjalan dengan baik dan sesuai peruntukannya bila dijalankan dengan niat politik yang baik, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

  


DAFTAR PUSTAKA

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Banu Muhammad H, 2005, Urgensi Persaingan Usaha pada Sektor Ketenagalistrikan di Indonesia, dalam Jurnal Konstitusi Volume 3 Mei 2005.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar