NAMA : NINDYA PARAMADINA
NPM : 15211183
KELAS : 4EA22
PRAKTEK MONOPOLI ASURANSI KPR OLEH
BRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah kredit yang
digunakan untuk membeli rumah atau untuk kebutuhan konsumtif lainnya
dengan jaminan/agunan berupa Rumah. Walaupun penggunaannya mirip, KPR berbeda
dengan kredit konstruksi dan renovasi.
Agunan yang diperlukan untuk KPR adalah rumah
yang akan dibeli itu sendiri untuk KPR Pembelian. Sedangkan untuk KPR Multiguna
atau KPR Refinancing yang menjadi Agunan adalah Rumah yang sudah dimiliki.
Karena masuk dalam kategori Kredit Konsumtif maka
peruntukan KPR haruslah untuk kegiatan yang bersifat Konsumtif seperti
pembelian rumah, furniture, kendaraan bermotor dan tidak diperbolehkan untuk
kegiatan yang bersifat produktif seperti pembelian stok barang dagangan, modal
kerja dan lain sebagainya.
Beberapa contoh KPR adalah KPR BRI
Dengan tingginya tingkat kebutuhan atas kepemilikan
rumah, perlindungan terhadap aset tak bergerak tersebut menjadi faktor yang
esensial. Tujuannya sebagai perlindungan atas kepemilikan aset nasabah yang
dibiayai oleh pinjaman dari bank, dimana Uang Pertanggungan bermanfaat untuk
melindungi nasabah dan keluarga dari kewajiban pelunasan sebagian atau seluruh
sisa pinjaman bilamana terjadi risiko meninggal dunia pada nasabah, sehingga
aset tetap dapat dimiliki oleh keluarga nasabah
Namun apa yang terjadi kalau nasabah hanya dapat
menggunakan produk asuransi yang telah ditentukan oleh BRI. Dengan kata lain
nasabah, mereka dirugikan karena tidak memiliki alternatif pilihan penyedia
asuransi jiwa selain konsorsium tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana
hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas
tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan
atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut.
Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan,
sementara pihak lain sulit masuk di dalamnya. Karena itu, hampir tidak
ada persaingan berarti.
Secara umum, perusahaan monopoli menyandang
dikonotasikan negatif dengan perolehan keuntungan yang melebihi normal dan
penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi masyarakat, meskipun dalam
prakteknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada monopoli
jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang
disebut monopolis atau perusahaan monopoli.
2.2.Jenis
Monopoli
Ada dua macam monopoli yaitu monopoli alamiah dan
yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme
murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi
objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini
unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh
perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka.
Karena itu, perusahaan lain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang
sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan
monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar
dalam jenis industri tersebut.
Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang
kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau
kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi
kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena
pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi
melindungi industri industri dalam negeri, demi memenuhi economic of
scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya
dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang
kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang
pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan
kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.
2.3.Ciri
Pasar Monopoli
Ciri-ciri
dari pasar monopoli adalah sebagai berikut:
1. Pasar
monopoli adalah industri satu perusahaan
Dari definisi monopoli telah diketahui
bahwa hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian
barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para
pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut
maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat
penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen
tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
2. Tidak
mempunyai barang pengganti yang mirip
Barang yang dihasilkan perusahaan
monopoli tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar.
Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan
tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan.
3. Tidak
terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri
Sifat ini merupakan sebab utama yang
menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan
monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri
tersebut.
4. Dapat
mempengaruhi penentuan harga
Perusahaan monopoli merupakan
satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya.
Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
5. Promosi
iklan kurang diperlukan
Oleh karena perusahaan monopoli adalah
satu-satunya perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan
barangnya dengan menggunakan iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan
tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara
hubungan baik dengan masyarakat.
2.4.Undang-undang
tentang Monopoli
Dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan
besar dengan kekuatan ekonomi yang besar dalam hal praktek monopoli, oligopoli,
suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena apabila tidak dapat merugikan
kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat. Maka Indonesiapun kemudian membuat sebuah peraturan antimonopoli
yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini
menerjemahkan monopoli sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha.
Sedangkan praktik monopoli pada UU tersebut dijelaskan
sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum. UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa
pasal.
2.5.Kasus
Monopoli Asuransi KPR BRI
Kasus ini berawal dari inisiatif KPPU yang menemukan
adanya pembatasan pilihan konsumen atau nasabah KPR di BRI ketika mengajukan
kreditnya. Dalam proses tersebut, nasabah tidak memiliki pilihan asuransi jiwa
lain, selain yang ditetapkan oleh BRI. Produk asuransi jiwa yang digunakan
adalah produk yang berasal dari konsorsium antara BRINGIN dan HEKSA.
Nasabah tidak memiliki pilihan, karena mereka
diwajibkan untuk membeli produk asuransi jiwa untuk persetujuan KPRnya.
Memperhatikan fenomena tersebut, KPPU berinisiasi untuk melakukan pendalaman
lebih jauh. KPPU menemukan bahwa sebenarnya, nasabah diberikan kebebasan dalam
memilih produk asuransi yang diwajibkan.
Ini terbukti dengan adanya Surat Edaran Bank
Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 (SEBI), yang menyatakan
bahwa, dalam kerjasama antara bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka
produk Bank, bank harus mengakomodasi kebebasan nasabah dalam memilih produk
asuransi yang diwajibkan.
Untuk itu, bank harus menawarkan pilihan produk
asuransi dimaksud paling kurang dari 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra bank,
yang 1 (satu) diantaranya dapat merupakan pihak terkait bank.
Ini menggaris bawahi bahwa, harus ada pilihan bagi
nasabah. Sesuatu yang tidak dilakukan BRI dalam kasus ini. BRI hanya membentuk
satu konsorsium, yakni BRINGIN dan HEKSA.
Bahkan dalam implementasinya, mereka secara
bersama-sama menutup pertanggungan/mengcover asuransi jiwa bagi debitur KPR BRI
dengan membagi suatu share resiko sebesar 60% bagi BRINGIN dan 40% bagi HEKSA. Untuk
itu, BRINGIN bertindak sebagai Ketua Konsorsium dan HEKSA sebagai Anggota
Konsorsium.
Atas konsumen atau nasabah, BRI terbukti menentukan
terms and conditions yang hanya bisa dipenuhi oleh konsorsium asuransi
tersebut, dan juga terbukti menciptakan upaya penolakan atau penghambatan
pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar tersebut.
Bagi konsumen, mereka dirugikan karena tidak memiliki
alternatif pilihan penyedia asuransi jiwa selain konsorsium tersebut.
2.6.Analisis
Kasus
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan
nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) mulai kini bebas memilih asuransi jiwa,
ketika mereka mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) di salah satu badan usaha
milik negara (BUMN) itu.
"Kalau dulu nasabah hanya dapat menggunakan
produk asuransi yang telah ditentukan oleh BRI. Contoh, produk dari konsorsium
PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera (Bringin) dan PT Heksa Eka Life
Insurance (Heksa)," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Biro Hukum,
Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur, melalui siaran pers, Kamis
(13/11).
Menurut dia, keputusan itu dikeluarkan setelah amar
putusan KPPU pada 11 November 2014 di Jakarta atas kasus dugaan perjanjian
tertutup dan hambatan masuk oleh BRI dan konsorsium asuransi tersebut.
Dalam putusan yang dibacakan hampir tiga jam
tersebut, KPPU meminta pembatalan perjanjian oleh BRI memuat persyaratan
kewajiban Debitur KPR untuk hanya menggunakan asuransi jiwa dari konsorsium
Bringin dan Heksa.
Selain itu, jelas dia, Majelis Komisi KPPU yang
menyidangkan kasus tersebut, juga menjatuhkan sanksi denda kepada BRI sebesar
Rp25 miliar, Bringin dengan nominal Rp19 miliar, dan Heksa sebesar Rp13 miliar.
Putusan itu berdasarkan kesimpulan KPPU yang
menyatakan bahwa ketiga perusahaan tersebut melanggar pasal 15 (2) terkait
tying-in (pembelian berikat) dan pasal 19 (a) terkait hambatan masuk pasar.
KPPU juga menyarankan agar Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) untuk segera memberikan sanksi atas bank yang melanggar pelaksanaan Surat
Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010. Surat itu
tentang Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama
Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi.
Ia menambahkan, pihaknya sekaligus mengimbau OJK
agar pengaturan/pengawasan perbankan selalu mempertimbangkan prinsip persaingan
usaha sehat sesuai UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
BAB. III
KESIMPULAN
Perusahaan
yang melakukan praktek monopoli dalam banyak kasus tidaklah begitu disukai
dalam praktek ekonomi, alasannya dengan status monopolinya maka perusahaan
dapat bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat melalui penjualan terhadap
produknya. Perusahaan monopoli dapat saja menaikkan harga produknya
sewaktu-waktu tanpa memperhatikan kemampuan / daya beli sebagian besar
masyarakat, di sisi lain manakala perusaahaan ini menganggap tidak semua
produknya dapat diserap oleh masyarakat, maka dengan mudahnya perusahaan
monopoli memperkecil jumlah produksinya untuk menyeimbangkan biaya
produksinya dengan jumlah yang ditawarkan agar masih bisa memeperoleh
keuntungan besar.
Selain
itu praktek monopoli tergolong perampasan hak konsumen untuk memilih produk
yang sesuai dengan kemampuan dan selera konsumen.
Perusahaan
monopoli tidak bisa begitu saja dihapuskan, khusus yang menyangkut persediaan
produk yang sangat dibutuhkan masyarakat. Maka agar tidak terjadi persaingan
yang bersifat keuntungan semata, maka perlu diterapkan kebijaksanaan monopoli.
Tentu saja asas penyelenggaraan perusahaan monopoli akan berjalan dengan baik
dan sesuai peruntukannya bila dijalankan dengan niat politik yang baik, bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
DAFTAR PUSTAKA
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun
2002 tentang Ketenagalistrikan.
Banu
Muhammad H, 2005, Urgensi Persaingan Usaha pada Sektor
Ketenagalistrikan di Indonesia, dalam Jurnal Konstitusi Volume 3
Mei 2005.